Langsung ke konten utama

Semua Akan Kembali Baik pada Waktunya

Mengalir seperti air/ foto: Nova Eliza

Sekian lama berada di sini, anehnya tak ada satupun kenangan yang bisa menarik kembali untuk datang ke tempat ini. Sekian tahun bekerja disini, bisa-bisanya hanya ada keinginan untuk segera pergi dari lokasi ini. Bagaimana mungkin, setelah banyak cerita yang dilalui tidak ada satupun cerita yang menyenangkan hati melainkan selalu kembali mengingatkan sakit di hati. Bukan berarti tidak ada satupun hal baik yang menghampiri hanya saja terlalu banyak lembaran-lembaran kesedihan yang menutupi, terlalu mendominasi, hingga akhirnya selalu ada keingingan untuk pergi dan tak mau kembali.

Entah akunya yang tidak bisa beradaptasi disini atau keberadaan aku disini yang tidak diinginkan oleh pribumi. Percayalah, aku selalu berusaha yang terbaik agar bisa diterima disini, datang sendiri tanpa didampingi, berkelana sendiri tanpa ada yang menemani. Terus mencari pegangan diri agar kuat berada disini menjalankan tugas negara sesuai tupoksi.

Awal terasa asing hingga akhir tetap menjadi orang lain. Itulah aku di tempat ini. Tidak pernah diterima bahkan dianggap tidak pernah ada sama sekali. Tidak ada yang bisa disalahkan, hanya bersabar dan menerima keadaan sebagai proses menuju kedewasaan. Lagi-lagi mungkin, bukan keadaan yang harus diganti melainkan kerobekan hati yang perlu diperbaiki. Buang semua sampah-sampah yang menyesakkan, mulailah perlahan menjahit hati. Semoga kali ini, bisa benar-benar kembali pulih seperti sebelum datang kesini.

Cerita ini ditulis bukan untuk menyalahkan orang lain, bukan untuk ditanggapi, bukan pula untuk dikasihani, melainkan sebagai langkah awal pembersihan diri sendiri dan hati dari kisah-kisah yang sangat ingin untuk dikremasi dan tidak ingin diingat kembali. Sulit melupakan kenangan pahit yang sudah terlanjur menjadi satu dengan hal-hal yang saat ini sedang terpaksa dijalani. Bagaimana tidak, dihakimi dan diadili sudah seperti makanan sehari-hari. 

Semakin lama berada disini, semakin banyak kejadian-kejadian yang mungkin lebih mengoreskan luka di hati, mungkin akan terus berlanjut hingga nanti meskipun hati harus berkali-kali diperbaiki lagi dan lagi. Biarkan semuanya mengalir seperti air, aku percaya semua yang terjadi pasti ada sebabnya, dan semua akan kembali baik pada waktunya.

Mungkin tanpa kata-kata manusia tidak akan memahami. Tapi berbeda dengan Allah, bahkan jika sepanjang doa kamu hanya diam terisak, Allah akan tetap memahami. Allah tahu deritamu. Allah tau semua yang telah kamu lalui. Karena sejatinya yang sedang terluka adalah hati, dan tak ada yang lebih mampu menyembuhkan lukanya melebihi penciptanya.

Tetaplah kuat wahai hati, teruslah memperbaiki diri. 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bukan Kamu yang Salah, Tempatmu Saja yang Sampah!

Foto: akar tanaman/Nova Eliza Sebaik apapun kamu, jika berada di tempat yang salah maka akan tetap terlihat tidak berguna. Jawaban ini aku temukan setelah bertahun-tahun merasakan kepedihan yang tidak ada habisnya. Ketidakhadiranku di tunggu-tunggu, kesakitanku di nanti-nanti. Itulah aku, manusia yang paling di benci! Seakan tidak ada tempat untuk aku istirahat, semua ruang sudah sesak dengan orang-orang yang hanya sibuk dengan dirinya sendiri. Tidak ada pertanyaan bagaimana kondisiku saat ini, tidak ada waktu untuk aku memperbaiki luka lama yang masih berdarah-darah di sini, lantas mereka dengan sadar menusukku lagi, lagi, dan lagi. Seolah hanya mereka yang butuh divalidasi dan dimengerti. Aku hanya manusia, sama seperti yang lainnya. Aku tidak sempurna namun bukan pula si buruk rupa. Diriku cukup berharga untuk luka. Aku tidak lagi menyalahkan diriku sendiri, aku sudah cukup introspeksi diri, aku sudah berusaha agar di terima, sudah berusaha agar di anggap ada, sudah berusaha melaku...

Ku Berharap Mimpi Ini Nyata

M impi malam itu masih sangat jelas ku ingat betapa cantik dan merdunya suara mama memanggil namaku. Dari kejauhan ku lihat ada cahaya putih yang begitu menyilaukan, di tengah-tengah gemerlap cahaya  terdengar suara "Ovaaa, anakku" seperti itulah biasa mama memanggil namaku dulu. Wajahnya yang begitu cantik, senyumnya yang sangat indah serta tubuhnya dikelilingi sinar yang menakjubkan membuatku langsung terpana tak percaya bisa bertemu mama di malam itu. Pakaiannya yang serba putih pun menambah keindahan pertemuan kami saat itu. Dengan perasaan senang kami berlari untuk saling menghampiri, berpegangan tangan hingga berpelukan sampai akhirnya mama berkata "Ovaaa, mama rinduu, mama sayaang kali sama ovaa, maafin mama yaa nak" Akupun tak kuasa menahan tangis sambil menjawab "iyaa mam, Ova pun rinduuuu sekali sama mama"   Sungguh menangis tersedu-sedu merasa tidak percaya bisa berada dipelukan mama malam itu. Setelah dua tahun kepergiannya aku tidak pernah lag...