Langsung ke konten utama

Bagaimana Membentuk Konsep Diri Positif pada Anak?

membentuk konsep diri pada anak/ foto : WordPress.com

Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dan merupakan buah cinta dari ayah dan ibu. Anak yang lahir dengan belaian kasih sayang dari ayah dan ibunya akan mampu tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri dan selalu siap dalam menghadapi tantangan masa depan. Oleh karena itu, sebagai orangtua penting sekali menanamkan dan membentuk konsep diri yang positif kepada anak sejak dini. 

Konsep diri sangat mempengaruhi perilaku anak dan merupakan faktor penting dalam berinteraksi dengan orang lain, konsep diri berkembang sejak bayi hingga dewasa. Konsep diri masih dapat diubah asalkan ada keinginan dari orang yang bersangkutan. Konsep diri berkembang secara bertahap seiring munculnya kemampuan untuk memahami sesuatu. Selama periode awal kehidupan, konsep diri sepenuhnya didasari oleh pandangan dari diri sendiri. Akan tetapi, seiring dengan bertambahnya usia, pandangan mengenai diri sendiri ini mulai dipengaruhi oleh nilai-nilai yang diperoleh dari interaksi dengan orang lain. Dengan kata lain, konsep diri juga merupakan hasil belajar melalui hubungan individu dengan orang lain.

Bagaimana orangtua dapat mengembangkan konsep diri?
Ada empat aspek dalam mengembangkan konsep diri, yaitu :
1. Konsep diri yang positif dan keyakinan akan kemampuan diri sendiri
Orangtua perlu mengenal dirinya sendiri lebih baik dari orang lain dengan memahami kelebihan, keunikan dan kekurangan yang dimilikinya. Orangtua perlu mengoptimalkan hal-hal positif yang dimilikinya, misalnya :
"saya bisa berkebun, jadi saya bisa menanam sayur-sayuran untuk bisa memenuhi kebutuhan gizi keluarga". 
"saya pulang mengajar jam 3 sore, jadi saya bisa punya waktu untuk bermain dengan anak"

2. Penghargaan atas capaian dan ciri-ciri positif yang dimiliki
Hargailah apa yang telah dicapai, namun bukan berarti meremehkan orang lain. Tetaplah berusaha meski dinilai tidak berharga dan dianggap sia-sia. Belajar menjadi orangtua yang baik memang tidak ada habisnya, dibutuhkan kesabaran, keyakinan, dan tekad yang kuat dalam menjalani setiap proses pembelajarannya.

3. Mampu memperbaiki diri
Orangtua juga dapat meminta masukan dari orang lain tentang dirinya dan menerima masukan tersebut dengan terbuka. Masukan ini kemudian dijadikan upaya untuk memperbaiki hal-hal yang kurang dari diri sendiri. Tidak perlu malu untuk mengakui kekurangan, teruslah belajar memperbaiki kesalahan. Jangan sungkan untuk meminta maaf pada anak jika dirasa tindakan kita sudah melewati batas wajar.

4. Punya kemauan untuk belajar
Orangtua dapat meningkatkan pengetahuannya dengan menghadiri kegiatan pendidikan atau penyuluhan agar dapat meningkatkan keterampilan diri, misalnya tempat kursus atau rumah ibadah. Masukan positif dari dalam diri dan lingkungan akan meningkatkan rasa percaya diri orangtua. Banyaklah membaca dan belajar dari kesalahan yang sudah-sudah.

Lalu, bagaimana membentuk konsep diri pada anak?
Pembentukan konsep diri pada anak juga sangat penting. Pola asuh orangtua menjadi faktor yang signifikan dalam mempengaruhi konsep diri yang terbentuk. Sikap positif orangtua akan menumbuhkan konsep dan pemikiran yang positif serta sikap menghargai diri sendiri. Sikap negatif orangtua akan mengundang pertanyaan pada anak, dan menimbulkan asumsi bahwa dirinya tidak cukup berharga untuk disayangi dan dihargai.

tidak memberi cap negarif pada anak/ foto : nakita.id

Orangtua diharapkan tidak memberi cap yang negatif pada anak seperti : "anak bodoh", "anak nakal", "anak pemalas" dan sebagainya.

Pemberian cap negatif seperti di atas akan membekas dalam diri anak dan akan mempengaruhi pembentukan konsep dirinya. Bagi anak cap tersebut adalah suatu gambaran diri bahwa "aku" seperti itu, jadi lama kelamaan akan terbentuk dalam benaknya "oh, aku ini bodoh?" apalagi bila si pemberi cap seperti itu adalah orang yang mempunyai kedekatan emosional dengan anak seperti orangtua atau pengasuhnya.

Sebaliknya, orangtua diharapkan memberi penghargaan atas tingkah laku yang positif, sekecil apapun hal itu, seperti :
"Ibu bangga adik sudah bisa makan sendiri"
"Terima kasih sudah mau berbagi dengan kakak"

Ucapan positif dan penghargaan atas kelebihan dan keberhasilan yang dicapai anak akan membuat anak menghargai dirinya dan anak akan memiliki konsep diri positif akan menghasilkan anak-anak yang memiliki konsep diri yang positif juga. Konsep diri positif membuat orangtua dan anak bisa mengenal dirinya masing-masing dengan baik. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menepilah

Menepi atau berhenti Seberapa keraspun kita menjaga langkah agar tidak menyerah, ternyata memaksakannya berjalan adalah sebuah kesalahan. Menuntutnya sempurna tanpa cela adalah sebuah keegoisan. Menepilah, jika rasanya raga telah penat untuk melangkah atau hati rasanya perlu diberi jeda untuk merebah. Ada kalanya kita gigih berlari, namun ada saatnya juga kita sejenak berhenti. Untuk melepas penat, meluruskan kembali niat, juga melihat kompas bila mungkin kita tersesat. Menepilah sejenak. Kemudian jika rasanya tenaga telah terisi, kembalilah untuk melangkah lagi. Penat bukan untuk banyak mengeluh, namun ia perlu istirahat untuk sejenak hening dari segala riuh. Aku percaya, ujian yang berat itu diam-diam mengupgrade diri kita, mungkin kita gak akan nyangka, ujian yang melelahkan saat ini yang memberatkan saat dijalani, semuanya bukan Allah berikan tanpa tujuan. Yang kita rasakan saat ini mungkin emang beratnya aja. Tapi ketahuilah di masa depan saat kita sudah melaluinya, kita akan sada

Bagaimana Kita Tahu Kalau Anak Stunting?

Bagaimana Kita Tahu Kalau Anak Stunting? Mengukur tinggi badan anak Untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami masalah gizi yang kronis atau tidak, kita harus mengukur tinggi badannya.  M engapa tinggi badan dan bukannya berat badan? Berikut penjelasan sederhananya.  Berat badan itu gampang naik turun. Kasih makan banyak selama seminggu, berat badan anak bertambah. Kena diare sehari, berat badan turun. Kasih makan bagus lagi, naik lagi. Berat badan itu sensitif, tapi tidak dengan  tinggi badan. Tinggi badan kurang sensitif. Anak  yang pendek tidak bisa langsung jadi tinggi dengan  diberi makanan bergizi dalam seminggu atau sebulan.  Perubahan tinggi badan terjadi dalam waktu lama.  Kalau anak mengalami masalah gizi yang lama,  tubuhnya menjadi pendek dan mengatasinya perlu  waktu lama. “Stunting adalah masalah gizi yang berlangsung lama (kronis), maka lebih tepat diukur dari tinggi badan.” Untuk menentukan apakah anak mengalami stunting, kita menggunakan Tabel PB/ U (Standar Panja

Cegah Stunting, Itu Penting!

Apa sih Stunting itu? Foto: pengertian Stunting/ Created: Nova Eliza Stunting adalah pendek. Dikatakan pendek karena  tinggi tubuhnya berada dua standard deviasi di bawah  rata-rata.  Tubuh anak yang stunting akan lebih pendek dibandingkan dengan anak – anak lain seusianya.  Keadaan ini merupakan bentuk gagalnya  pertumbuhan anak akibat kekurangan gizi kronis  yang terjadi dalam masa yang panjang, terutama pada  1.000 hari pertama kehidupannya (1000 HPK).  Selain  fisik yang pendek. Dalam jangka pendek anak stunting  terhambat perkembangan kognitif atau  kecerdasannya. Dan dalam jangka panjang, stunting  berpotensi membuat postur tubuh  tumbuh tidak optimal, meningkatkan  resiko kegemukan (obesitas), mudah  sakit dan penurunan kesehatan  reproduksi. Perkembangan kognitif dan tumbuh-kembang fisik yang tidak optimal akan menyebabkan kurang berprestasi di sekolah dan tidak optimal produktivitas kerjanya dimasa mendatang.  Kini Stunting menjadi salah satu masalah yang cukup membahayakan, t