Langsung ke konten utama

Day 4 : Pamitlah Walau Itu Menyakitkan

FOTO: Kota Lama Semarang/ Nova Eliza

Setidaknya beri satu alasan untuk sebuah kepergian. Karena tidak semua orang bisa paham ditinggal tanpa kata penjelasan. Jangan menyiksa dan membiarkan seseorang menunggu dalam ketidakjelasan yang kau sendiri tak pernah ingin berada didalamnya. Barang kali alasan kepergianmu membuatku belajar dan membenahi diri, meskipun nantinya bukan kepadamu aku kembali.

Aku menyadari, tidak semua hal yang terjadi akan selalu sesuai dengan ekspektasi. Pertemuan dan perpisahan juga sudah ada yang mengatur. Lantas, mengapa kamu enggan mengucapkan kata pamit saat berniat untuk tak lagi kembali? dengan begitu setidaknya aku bisa sedikit berjaga dan membuka sedikit ruang untuk menyiapkan hati yang akan tergilas. Pergi tanpa kata pamit hanya akan membuat keadaan menjadi lebih rumit, membuat hati menjadi lebih lama kembali pulih.

Masalah jodoh itu sudah ada yang mengatur dan sudah seharusnya kita menyikapi hal itu dengan bertutur. Semakin kita dewasa, akan ada waktu di mana kita wajib untuk belajar melihat segala hal tidak hanya dengan perasaan dan prasangka, melainkan dengan kenyataan yang ada. Jika bersama memang terasa lebih sulit, tak masalah jika mengakhiri adalah pilihannya.

Kamu yang menjanjikan banyak hal, kamu pula yang tidak menepatinya. Kamu yang menanamkan harapan kamu pula yang mematahkannya. Kamu yang memintaku menunggu kamu pula yang hilang setelah membuang-buang waktuku. Tapi begitulah konsekuensi ketika kita sudah berani menjatuhkan hati untuk seseorang, kerelaan jika kita bukanlah rumah yang menjadi tujuan akhirnya.

Selamat patah hati (lagi).

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bukan Kamu yang Salah, Tempatmu Saja yang Sampah!

Foto: akar tanaman/Nova Eliza Sebaik apapun kamu, jika berada di tempat yang salah maka akan tetap terlihat tidak berguna. Jawaban ini aku temukan setelah bertahun-tahun merasakan kepedihan yang tidak ada habisnya. Ketidakhadiranku di tunggu-tunggu, kesakitanku di nanti-nanti. Itulah aku, manusia yang paling di benci! Seakan tidak ada tempat untuk aku istirahat, semua ruang sudah sesak dengan orang-orang yang hanya sibuk dengan dirinya sendiri. Tidak ada pertanyaan bagaimana kondisiku saat ini, tidak ada waktu untuk aku memperbaiki luka lama yang masih berdarah-darah di sini, lantas mereka dengan sadar menusukku lagi, lagi, dan lagi. Seolah hanya mereka yang butuh divalidasi dan dimengerti. Aku hanya manusia, sama seperti yang lainnya. Aku tidak sempurna namun bukan pula si buruk rupa. Diriku cukup berharga untuk luka. Aku tidak lagi menyalahkan diriku sendiri, aku sudah cukup introspeksi diri, aku sudah berusaha agar di terima, sudah berusaha agar di anggap ada, sudah berusaha melaku...

Terima Kasih untuk Diriku

Foto : Senja /Nova Eliza Teruntuk diriku, terima kasih telah bertahan sejauh ini, sudah mau berjuang bersama, sudah kuat bertahan menopang tubuh yang hampir tumbang, menyembunyikan kesedihan dihadapan orang-orang hanya tak ingin terlihat rapuh. Terima kasih sudah bersabar tanpa pudar, jatuh merangkak lalu tersungkur, dan kemudian bangkit kembali, melalui setiap proses kedewasaan tanpa ratapan. Terima kasih selalu teguh meyakinkan tubuh untuk menghadapi semuanya tanpa mengeluh, sekali lagi terima kasih. Setiap orang menghadapi rasa sakit dengan cara yang berbeda. Ada yang menangis sejadinya, ada yang dibawa tidur, ada yang memilih bersembunyi dibalik tawa, dibalik sibuknya, insomnianya, dan ada yang paham caranya sembuh karena sudah terlalu kenal pola lukanya. Percayalah diri, semua itu bagian proses dari tubuh untuk menguatkan hatinya. Jangan menyerah sekarang. Karena kamu tidak harus selalu baik-baik saja. Lepaskan, tidak semua rasa sakit yang kau rasakan adalah untuk dibawa. Kepada d...

Semua Akan Kembali Baik pada Waktunya

Mengalir seperti air/ foto: Nova Eliza Sekian lama berada di sini, anehnya tak ada satupun kenangan yang bisa menarik kembali untuk datang ke tempat ini. Sekian tahun bekerja disini, bisa-bisanya hanya ada keinginan untuk segera pergi dari lokasi ini. Bagaimana mungkin, setelah banyak cerita yang dilalui tidak ada satupun cerita yang menyenangkan hati melainkan selalu kembali mengingatkan sakit di hati. Bukan berarti tidak ada satupun hal baik yang menghampiri hanya saja terlalu banyak lembaran-lembaran kesedihan yang menutupi, terlalu mendominasi, hingga akhirnya selalu ada keingingan untuk pergi dan tak mau kembali. Entah akunya yang tidak bisa beradaptasi disini atau keberadaan aku disini yang tidak diinginkan oleh pribumi. Percayalah, aku selalu berusaha yang terbaik agar bisa diterima disini, datang sendiri tanpa didampingi, berkelana sendiri tanpa ada yang menemani. Terus mencari pegangan diri agar kuat berada disini menjalankan tugas negara sesuai tupoksi. Awal terasa asing hin...