Langsung ke konten utama

Day 10 : Rindu Akan Pulang

FOTO : Jakarta, Indonesia/ Nova Eliza

Hari ini tepat hari kesepuluh Ramadhan. Tapi hilal untuk bisa melepas kerinduan pulang kampung halaman sepertinya belum juga kelihatan. Perasaan rindu untuk pulang terkadang selalu datang menyerang. Bagaimana tidak rindu, jika aku berada disini jauh dari keluarga dan harus hidup sendiri di rumah, Alhamdulillah ada tetangga yang bisa dijadikan saudara. 

Padahal Ramadhan tidak di rumah orangtua sudah bertahun-tahun aku jalani sebelumnya, semasa kuliah tepatnya, bisa dibilang ini bukan hal pertama harusnya. Tapi entah kenapa yang kali ini serasa luar biasa beratnya. Mungkin, karena ini kali pertama jauh dari keluarga dan siapa-siapa, yang dulunya masih tinggal di rumah saudara. Kalaupun tidak pulang ke rumah utama, masih tak masalah rasanya karena ramai sanak keluarga di rumah kedua. 

Bangun sahur dan berbuka sendirian itu tidak cukup hanya makanan saja yang perlu dipersiapkan, tapi hati yang tegar juga harus disajikan. Perasaan ikhlas menerima keadaan juga harus sering-sering diingatkan agar hati semakin mantap menerima kenyataan. Meskipun begitu, perasaan sepi, sunyi, dan menghitung hari selalu saja datang menghampiri disaat diri ini sudah berusaha untuk tidak lagi ingat dengan apa yang sedang dijalani.

Banyak yang bilang, tinggal di rumah sendirian itu enak karena bisa kerjakan urusan rumah sesuai kehendak dan kemauan (kapan sempatnya), tapi percayalah lebih letih dan frustasi lagi  tinggal di rumah seorang diri daripada bersama yang lainnya, karena apa-apa harus dilakukan sendiri, bahkan untuk hal yang paling sederhana seperti memastikan pintu dan jendela rumah sudah terkunci dengan sempurna. 

Hal sederhana inilah yang terkadang malah membangkitkan ingatan rindu akan pulang, sampai rindu pada rumah, rindu masakan mama, rindu buka puasa bersama. rindu canda tawa, rindu nonton TV bersama, rindu akan semua, yang pastinya selalu berhasil menggores hati dan membasahi pipi. "Ahh sudahlah" batinku menguatkan. 

Tak jarang juga aku lemah, meskipun sudah berusaha kuat, kadang tumbang juga meskipun sudah berusaha untuk tegar, bahkan hanya sekedar menulis cerita ini saja pipi sudah basah dengan sendirinya, "dasar aku" lagi-lagi batinku menggerutu. Alhamdulillah, sekarang ada teknologi yang bisa mendekatkan, setidaknya saling bertukar kabar dan canda lewat WhatsApp Group keluarga bisa sedikit mengobati rindu yang sudah menggebu.

Wajar saja ada rindu, karena rindu obatnya temu.
Selamat hari minggu!

Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekarang sudah menerima jasa kurir juga mas? hihi

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menepilah

Menepi atau berhenti Seberapa keraspun kita menjaga langkah agar tidak menyerah, ternyata memaksakannya berjalan adalah sebuah kesalahan. Menuntutnya sempurna tanpa cela adalah sebuah keegoisan. Menepilah, jika rasanya raga telah penat untuk melangkah atau hati rasanya perlu diberi jeda untuk merebah. Ada kalanya kita gigih berlari, namun ada saatnya juga kita sejenak berhenti. Untuk melepas penat, meluruskan kembali niat, juga melihat kompas bila mungkin kita tersesat. Menepilah sejenak. Kemudian jika rasanya tenaga telah terisi, kembalilah untuk melangkah lagi. Penat bukan untuk banyak mengeluh, namun ia perlu istirahat untuk sejenak hening dari segala riuh. Aku percaya, ujian yang berat itu diam-diam mengupgrade diri kita, mungkin kita gak akan nyangka, ujian yang melelahkan saat ini yang memberatkan saat dijalani, semuanya bukan Allah berikan tanpa tujuan. Yang kita rasakan saat ini mungkin emang beratnya aja. Tapi ketahuilah di masa depan saat kita sudah melaluinya, kita akan sada

Bagaimana Kita Tahu Kalau Anak Stunting?

Bagaimana Kita Tahu Kalau Anak Stunting? Mengukur tinggi badan anak Untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami masalah gizi yang kronis atau tidak, kita harus mengukur tinggi badannya.  M engapa tinggi badan dan bukannya berat badan? Berikut penjelasan sederhananya.  Berat badan itu gampang naik turun. Kasih makan banyak selama seminggu, berat badan anak bertambah. Kena diare sehari, berat badan turun. Kasih makan bagus lagi, naik lagi. Berat badan itu sensitif, tapi tidak dengan  tinggi badan. Tinggi badan kurang sensitif. Anak  yang pendek tidak bisa langsung jadi tinggi dengan  diberi makanan bergizi dalam seminggu atau sebulan.  Perubahan tinggi badan terjadi dalam waktu lama.  Kalau anak mengalami masalah gizi yang lama,  tubuhnya menjadi pendek dan mengatasinya perlu  waktu lama. “Stunting adalah masalah gizi yang berlangsung lama (kronis), maka lebih tepat diukur dari tinggi badan.” Untuk menentukan apakah anak mengalami stunting, kita menggunakan Tabel PB/ U (Standar Panja

Cegah Stunting, Itu Penting!

Apa sih Stunting itu? Foto: pengertian Stunting/ Created: Nova Eliza Stunting adalah pendek. Dikatakan pendek karena  tinggi tubuhnya berada dua standard deviasi di bawah  rata-rata.  Tubuh anak yang stunting akan lebih pendek dibandingkan dengan anak – anak lain seusianya.  Keadaan ini merupakan bentuk gagalnya  pertumbuhan anak akibat kekurangan gizi kronis  yang terjadi dalam masa yang panjang, terutama pada  1.000 hari pertama kehidupannya (1000 HPK).  Selain  fisik yang pendek. Dalam jangka pendek anak stunting  terhambat perkembangan kognitif atau  kecerdasannya. Dan dalam jangka panjang, stunting  berpotensi membuat postur tubuh  tumbuh tidak optimal, meningkatkan  resiko kegemukan (obesitas), mudah  sakit dan penurunan kesehatan  reproduksi. Perkembangan kognitif dan tumbuh-kembang fisik yang tidak optimal akan menyebabkan kurang berprestasi di sekolah dan tidak optimal produktivitas kerjanya dimasa mendatang.  Kini Stunting menjadi salah satu masalah yang cukup membahayakan, t