FOTO: Kota Lama/ Nova Eliza |
Berat rasanya hati dan diri ini
untuk datang kembali pada kota yang sudah pernah mengukir banyak cerita dan
kesan romansa. Meskipun hanya berada sesaat sebagai persinggahan tetap saja
tiba-tiba hati menjadi perih lagi terbawa perasaan.
Seketika mata langsung melihat
bayangan diri yang dulu pernah sangat ceria di setiap sudut kota. Perasaan sedih atau
benci pun terkadang datang menghampiri, di saat diri ini sedang di alam halusinasi.
Entah apa yang telah terjadi, hingga berakhir begini. Sehingga kita tidak
bisa lagi saling sapa walaupun sedang berada di kota yang sama.
Sakit hati berulang kali terus
saja terjadi setiap aku datang lagi ke kota ini. Kotanya yang salah atau
kenangannya yang begitu parah. Entahlah, aku hanya bisa berdiam diri duduk di
sisi kiri mobil taksi sambil sesekali memandangi keindahan sudut kota yang
sedikit aku benci ini. “tak begitu buruk”, batinku menguatkan. Hati berusaha untuk di tata agar kembali melihat dan mengingat kota ini seperti semula dan biasa sebelum ada apa-apa. Kirain akan baik-baik saja, ternyata malah kenapa-kenapa. “Sudahlah, malah
membuat hati menjadi sakit sendiri”, kataku dalam hati yang memilih untuk
berhenti.
Akhirnya pejamkan mata dan tarik nafas dalam-dalam menjadi pilihan dan solusi ketenangan diri. “Cepatlah lewati kota ini, aku
sudah tak ingin melihat lagi” andai aku bisa berkata seperti itu pada supir
taksi. Nyatanya aku tetap harus menunggu dan tak mungkin memaksa untuk melaju,
dan aku pun pasrah dengan keadaan masa kini yang sedang aku lewati. Keikhlasan di dalam diri harus sering-sering
dipanggil agar kebahagian mengiringi selama berada di kota ini.
Setidaknya kota ini menjadi saksi
bisu bahwa aku sempat berbagi cerita dengan semua yang sudah berlalu. Bukannya aku tidak suka kota ini, hanya saja aku sedang tidak ingin berada di sini.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusOhh kamu nya tinggal di ibu kota provinsi? wkwkwk
Hapus