Langsung ke konten utama

Bagaimana Kita Tahu Kalau Anak Stunting?

Bagaimana Kita Tahu Kalau Anak Stunting?
Mengukur tinggi badan anak

Untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami masalah gizi yang kronis atau tidak, kita harus mengukur tinggi badannya. Mengapa tinggi badan dan bukannya berat badan?

Berikut penjelasan sederhananya. 
Berat badan itu gampang naik turun. Kasih makan banyak selama seminggu, berat badan anak bertambah. Kena diare sehari, berat badan turun. Kasih makan bagus lagi, naik lagi. Berat badan itu sensitif, tapi tidak dengan tinggi badan. Tinggi badan kurang sensitif. Anak yang pendek tidak bisa langsung jadi tinggi dengan diberi makanan bergizi dalam seminggu atau sebulan. Perubahan tinggi badan terjadi dalam waktu lama. Kalau anak mengalami masalah gizi yang lama, tubuhnya menjadi pendek dan mengatasinya perlu waktu lama.

“Stunting adalah masalah gizi yang berlangsung lama (kronis), maka lebih tepat diukur dari tinggi badan.”

Untuk menentukan apakah anak mengalami stunting, kita menggunakan Tabel PB/ U (Standar Panjang Badan Menurut Umur).
Untuk itu, diperlukan 3 (tiga) informasi :
  1. Tinggi badan (panjang badan)
  2. Umur (dalam bulan)
  3. Jenis kelamin (laki-laki atau perempuan)
Kemudian, cocokkan dengan tabel PB/U. Apabila skor berada di bawah -2D. Anak disebut Stunting

Semisal, Desi tinggi badannya 67,5 cm, usianya 11 bulan, dan dia perempuan. Kalau kita cocokkan di tabel (anak perempuan), maka tinggi 67,5 cm itu berada di posisi kurang dari – 2 SD (perhatikan batas –2 SD adalah 67,7, maka tinggi Desi yang 67 itu kurang dari -2 SD. Kesimpulannya, Desi disebut mengalami stunting. 

Sebelumnya, tolong perhatikan tabel yang digunakan. Beda jenis kelamin, beda pula tabelnya.

Panjang Badan
Tinggi badan atau panjang badan, apa bedanya?

Yang diukur sama, hanya cara mengukurnya berbeda. Mengukur tinggi badan anak itu tidak mudah. Apalagi pada anak di bawah dua tahun. Anak sering bergerak-gerak. Belum lagi kalau dia rewel, menangis dll. Yang tidak kalah susah adalah membuat kepalanya tegak saat diukur. Bergerak sedikit saja, menunduk atau tidak tegak, hasilnya jadi kurang akurat. 

Selisih sedikit, semisal melenceng 0,5 cm, menghasilkan kesimpulan berbeda. Semisal, Desi tadi dihitung 67,5 cm. Waktu diukur ternyata dia tidak tegak. Kalau tegak, sebetulnya 68 cm. Nah, 68 cm itu masuk kategori pendek, tapi tidak stunting. Karena itu, para ahli merekomendasikan agar anak dibawah 2 tahun diukur panjang badannya, bukan tinggi badan.

Panjang, maksudnya?
Yang diukur sama, dari telapak kaki sampai ujung kepala. Bukan berdiri tapi diukurnya sambil sambil
rebahan, tiduran atau terlentang. Seperti mengukur panjang jalan atau tanah. Posisinya mendatar. Saat
rebah, hasilnya lebih akurat. Cara melakukannya:
  1. Rebahkan pelan-pelan sambil pegang kepala anak. Posisi kepala menempel di bagian atas yang tidak bergerak. Sementara, kaki berada di batas yang bisa digeser-geser.
  2. Pastikan si Ibu terlihat oleh anak supaya anak tidak ketakutan.
  3. Pastikan bagian puncak kepala anak menyentuh batas atas. 
  4. Lepas penutup kepala anak, bila dia menggunakan. 
  5. Pastikan kepala, punggung, pantat, tumit menempel di papan. 
  6. Tekan lutut dan mata kaki dan geser papan bawah sampai menyentuh telapak kaki.
  7. Catat angkanya.
Cara mengukur panjang badan bayi

Nah, gimana nih Bund! sudah pada tahu yaa untuk mengetahui apakah anak kita mengalami masalah gizi yang kronis atau tidak, kita harus mengukur tinggi badannya, bukan berat badannya. Tetap semangat yaa Parents, semoga anak-anak kita sehat-sehat selalu. Aamin 😊

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bukan Kamu yang Salah, Tempatmu Saja yang Sampah!

Foto: akar tanaman/Nova Eliza Sebaik apapun kamu, jika berada di tempat yang salah maka akan tetap terlihat tidak berguna. Jawaban ini aku temukan setelah bertahun-tahun merasakan kepedihan yang tidak ada habisnya. Ketidakhadiranku di tunggu-tunggu, kesakitanku di nanti-nanti. Itulah aku, manusia yang paling di benci! Seakan tidak ada tempat untuk aku istirahat, semua ruang sudah sesak dengan orang-orang yang hanya sibuk dengan dirinya sendiri. Tidak ada pertanyaan bagaimana kondisiku saat ini, tidak ada waktu untuk aku memperbaiki luka lama yang masih berdarah-darah di sini, lantas mereka dengan sadar menusukku lagi, lagi, dan lagi. Seolah hanya mereka yang butuh divalidasi dan dimengerti. Aku hanya manusia, sama seperti yang lainnya. Aku tidak sempurna namun bukan pula si buruk rupa. Diriku cukup berharga untuk luka. Aku tidak lagi menyalahkan diriku sendiri, aku sudah cukup introspeksi diri, aku sudah berusaha agar di terima, sudah berusaha agar di anggap ada, sudah berusaha melaku...

Ku Berharap Mimpi Ini Nyata

M impi malam itu masih sangat jelas ku ingat betapa cantik dan merdunya suara mama memanggil namaku. Dari kejauhan ku lihat ada cahaya putih yang begitu menyilaukan, di tengah-tengah gemerlap cahaya  terdengar suara "Ovaaa, anakku" seperti itulah biasa mama memanggil namaku dulu. Wajahnya yang begitu cantik, senyumnya yang sangat indah serta tubuhnya dikelilingi sinar yang menakjubkan membuatku langsung terpana tak percaya bisa bertemu mama di malam itu. Pakaiannya yang serba putih pun menambah keindahan pertemuan kami saat itu. Dengan perasaan senang kami berlari untuk saling menghampiri, berpegangan tangan hingga berpelukan sampai akhirnya mama berkata "Ovaaa, mama rinduu, mama sayaang kali sama ovaa, maafin mama yaa nak" Akupun tak kuasa menahan tangis sambil menjawab "iyaa mam, Ova pun rinduuuu sekali sama mama"   Sungguh menangis tersedu-sedu merasa tidak percaya bisa berada dipelukan mama malam itu. Setelah dua tahun kepergiannya aku tidak pernah lag...

Terima Kasih untuk Diriku

Foto : Senja /Nova Eliza Teruntuk diriku, terima kasih telah bertahan sejauh ini, sudah mau berjuang bersama, sudah kuat bertahan menopang tubuh yang hampir tumbang, menyembunyikan kesedihan dihadapan orang-orang hanya tak ingin terlihat rapuh. Terima kasih sudah bersabar tanpa pudar, jatuh merangkak lalu tersungkur, dan kemudian bangkit kembali, melalui setiap proses kedewasaan tanpa ratapan. Terima kasih selalu teguh meyakinkan tubuh untuk menghadapi semuanya tanpa mengeluh, sekali lagi terima kasih. Setiap orang menghadapi rasa sakit dengan cara yang berbeda. Ada yang menangis sejadinya, ada yang dibawa tidur, ada yang memilih bersembunyi dibalik tawa, dibalik sibuknya, insomnianya, dan ada yang paham caranya sembuh karena sudah terlalu kenal pola lukanya. Percayalah diri, semua itu bagian proses dari tubuh untuk menguatkan hatinya. Jangan menyerah sekarang. Karena kamu tidak harus selalu baik-baik saja. Lepaskan, tidak semua rasa sakit yang kau rasakan adalah untuk dibawa. Kepada d...